Bismillahirrahmanirrahim...
“Wahai orang-orang
yang beriman telah diwajibkan kepada kalian berpuasa, sebagaimana juga telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian supaya kalian menjadi orang-orang
yang bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 183)
Suatu ketika direktur perusahaan
di tempat anda bekerja memanggil anda ke kantornya. Ia memberitahukan bahwa
berkat prestasi kerja anda selama ini, anda akan dipromosikan untuk menduduki
jabatan yang prestisius. Namun dengan satu syarat, pekan depan anda harus
mengikuti seleksi kerja satu bulan penuh. Seleksi yang setelah anda tanyakan ternyata
relatif ringan bahkan dengan bonus yang menggiurkan. Bagaimana tidak hanya
dengan melakukan kerja yang standar anda akan dapat bonus 10 kali lipat bahkan sampai
700 kali lipat. Ternyata itu belum seberapa, anda pun dijanjikan jika berhasil
melewati seleksi tahap akhir dengan predikat sangat memuaskan maka anda akan
diberikan jaminan kebutuhan hidup selama 83 tahun lebih. Wow! Sangat
menggiurkan.
Anda pun jelas, sangat
menunggu-menunggu waktu itu tiba, anda begitu hanyut dalam kerinduan penantian.
Anda merasa waktu berjalan sangat lamban, lebih lamban dari siput pinggir sawah
pak tani. Anda heran melihat jarum jam seolah berdetak malas-malasan, padahal
baterainya baru anda ganti dua hari kemarin. Aaah…
Pun perbekalan telah anda siapkan
sepulang dari kantor direktur anda, bahkan telah anda cek berulang-ulang khawatir
ada yang terlewat dari catatan anda. Skill kerja anda yang telah lama menjadi
decak kagum partner kerja anda, makin anda asah jauh lebih berkilat daripada
zamrud dari India sekalipun. Bahan-bahan dan petunjuk kerja telah anda pelajari
berulang-ulang, bahkan istri anda mengira anda telah jatuh hati pada buku-buku
itu dan menjadikannya istri muda anda. Amboi, kerinduan memang memabukkan.
Pembaca, kiranya sudah mulai
pahamkah anda akan saya bawa kemana arah cerita ini? Tentu sebagai muslim yang cerdas anda akan
sontak menjawab “Inilah Ramadhan yang akan kita tempuh kurang-lebih sepekan lagi.”
Ya, inilah Ramadhan. Bulan yang
selain gaji tetap akan didapatkan juga bonus 10 hingga 700 kali lipat. Bahkan
jika prestasi seleksi amalan di bulan ini konsisten sampai akhir, maka bonus pahala
1000 bulan (83 tahun lebih) bisa anda raih.
Bulan yang telah Allah
informasikan kepada anda 1500 tahun yang lalu, tidak seperti direktur anda yang
memberikan informasi hanya sepekan sebelum hari H. Jelas sekali persiapan dan
perbekalan anda akan jauh lebih paripurna. Aneh nian, jika anda masih ragu dan
gagap saat Ramadhan tiba padahal anda punya waktu 11 bulan untuk bersiap-siap
menyambutnya. Bahkan anda sudah mengetahuinya sepanjang hayat anda.
Lihatlah para shahabat Rasulullah
saw., manusia-manusia langit itu luar biasa gembira menyambut Ramadhan dan luar
biasa pilu ditinggal Ramadhan. Mereka berharap setahun itu bulannya adalah
Ramadhan semua. Layaknya anda yang begitu meluap kegembiraan saat bulan seleksi
itu tiba menghampiri anda. Kegairahan memuncak untuk menelusuri satu ibadah
yang Allah berkenan memberikan pahala melimpah-limpah secara langsung.
Allah menyeleksi manusia,
kira-kira manusia macam apakah yang akan sanggup melaksanakan aturannya yang
ini. Ternyata Allah mengatakan “Wahai orang-orang yang beriman”, duhai
berbahagialah orang yang beriman kepada Allah kerena mereka lulus seleksi, yang
bukan hanya mengaku Islam, karena predikat muslim saja tidak cukup layak
mengikuti lomba super hebat di bulan Ramadhan. Mereka tidak akan mampu, akan
kepayahan…
Mereka, yang hanya Islam saja,
sebagaimana sudah Rasulullah ingatkan “Betapa banyak orang yang shaum namun
tidak mendapatkan apa-apa dari shaumnya kecuali rasa lapar dan dahaga.”
Mereka tidak tahan untuk tidak
makan minum, tidak tahan untuk konsisten shalat tarawih, tidak tahan
berlama-lama membaca al-Qur`an, tidak tahan untuk tidak mencaci orang lain, tidak
tahan berbaik sangka kepada orang lain, tidak tahan untuk membatasi apa yang dia
makan saat berbuka dan tidak tahan untuk tidak berhura-hura saat malam ‘Iedul
Fithri padahal itu berpotensi menghapus seluruh pahala Ramadhan yang susah
payah ia kumpulkan.
Memang nyata, kita belum seperti para
shahabat Rasulullah saw., mungkin anda atau saya bahkan merasa biasa-biasa saja
dengan datangnya Ramadhan. Atau yang lebih celaka, justru khawatir dan takut menjalani
Ramadhan. Na’udzubillah. Yang menyambut gembira Ramadhan adalah orang beriman,
yang menyambut dengan ekspresi datar agak berat mungkin fasiq, yang malah takut
dan khawatir bisa jadi munafiq atau bahkan kufur.
Baiklah, ternyata bagi yang
merasa berat, Allah telah sebutkan bahwa kewajiban shaum itu “telah
diwajibkan juga kepada orang-orang sebelum kalian,” kalau umat-umat
terdahulu saja sudah diwajibkan shaum lalu kenapa kita harus merasa berat
seolah-olah hanya kita saja yang diberikan ‘beban’. Maka bagi siapa saja yang
merasa terbebani oleh kewajiban shaum, sungguh ia hanya sekedar menggugurkan
kewajiban saja tanpa mendapatkan saripati dari ibadahnya sedikitpun. Sia-sia
Orang yang beriman dan bersabar tanpa
terbebani akan dengan mudah mendapatkan saripati ibadah shaum Ramadhan
sebagaimana target shaum itu sendiri yakni “supaya kalian menjadi orang-orang
yang bertaqwa,” kata Allah. Taqwalah puncak prestasi keimanan tertinggi,
yang Allah tegaskan bahwa insan paling mulia disisi-Nya adalah insan yang
bertaqwa.
...taqwalah puncak prestasi keimanan tertinggi, yang Allah tegaskan bahwa insan paling mulia disisi-Nya adalah insan yang bertaqwa....
Taqwa adalah juga konsistensi. Seorang
shahabat bertanya kepada Rasulullah “nasehatilah aku yang tidak akan aku
minta lagi kepada orang lain.” Rasul menjawab: “katakanlah: aku beriman
kepada Allah, lalu konsistenlah kamu dalam keimanan itu.” Iman plus konsistensi
adalah taqwa. Maka ciri orang yang sukses meraih predikat taqwa dari ibadah
Ramadhan adalah konsistensi ibadahnya di bulan-bulan lain sama seperti yang
dilakukannya di bulan Ramadhan.
Shaum Ramadhan adalah start bukan
final, adalah awal bukan akhir dari perjalanan ibadah sepanjang hayat kita. Maka
tidak ada hari kemenangan bagi yang melaksanakan ibadah Ramadhan dengan
biasa-biasa saja, yang asalkan tidak makan, minum dan bersenggama. Sementara
hewan pun jika hanya sekedar itu mampu melakukannya.
Shaum Ramadhan adalah ibadah yang
berfungsi sebagai charger untuk on-nya ibadah disebelas bulan
berikutnya. Adalah mengerikan, orang berduyun-duyun di akhir Ramadhan merayakan
hari kemenangan, sementara mereka sudah tidak lagi berpuasa. Kembali ke kulit palsunya
yang mereka tahu bahwa itu palsu. Memang benar, orang paling bodoh adalah orang
yang tahu bahwa dirinya tidak tahu namun sok tahu seolah-olah dirinya
tahu. Benarlah, hanya yang beriman dan bersabar dalam ibadah Ramadhan lah yang
akan diampuni dosa masa lalunya.
Kemenangan sebenarnya dari
Ramadhan ditentukan oleh sebelas bulan berikutnya. Tarawihnya di bulan Ramadhan
berlanjutkah dalam tahajud di bulan berikutnya, tilawah Qur’annya di bulan
Ramadhan berlanjutkah di bulan berikutnya, zakatnya di bulan Ramadhan
berlanjutkah di bulan berikutnya, dermawan dan pemaafnya di bulan Ramadhan
berlanjutkah atau kembali menjadi bakhil dan pemberang selepas bulan itu?
Jika hal-hal di atas tidak
terwujud, jangan salahkan jika ibadah kita tidak membawa dampak positif. Allah
sendiri mencela orang shalat sebagai pendusta agama, yang shalat dalam keadaan
lalai. Saat seharusnya shalat membuahkan proteksi atas perbuatan keji dan
mungkar, namun anda, saya dan kita masih menghardik anak yatim dan tidak memberi
makan orang miskin.
Bahkan Ramadhan kita kali ini, seharusnya
tidak lagi menyantuni orang miskin yang sama, yang dulu kita serahkan zakat
kita kepadanya. Tidak lagi, karena orang miskin itu tidak mau menerimanya, ia
telah merasa mampu dari hasil pemberdayaan ekonomi melalui zakat kita di
Ramadhan sebelumya.
Mampukah Ramadhan kita kali ini
membuahkan hasil, paling tidak membuat petugas pembagi zakat menangis
tersedu-sedu karena mereka ditolak dari pintu ke pintu, sebagaimana petugas
pembagi zakat di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz. Semua menutupnya karena
telah berdaya, harga dirinya terangkat untuk tidak terus menerus menjulurkan
telapak tangan.
Sayangnya kita belum, bahkan kita
secara tidak langsung melestarikan kemiskinan. Betapa tidak, kita berzakat ke
orang yang sama selama bertahun-tahun. Membuat mereka haqqul yaqien
bahwa zakat adalah rezeki pokoknya tanpa harus berpeluh-peluh.
Allahumma sallimnii Ramadhan,
wa sallim Ramadhana lii mutaqabbalan
Kayutsha Kalashinov