Posted by:
MF Abdullah
Posted date:
21.19
/
Oleh :
Junanto Herdiawan
|
Truk Sampah Memasuki Pusat Pengolahan Sampah di Tokyo / photo junanto |
Mas Daniel Suharta, sahabat Kompasianer yang juga aktivis gowes dan lingkungan hidup di Jogjakarta, meminta saya untuk bercerita tentang pengolahan sampah di Jepang. Mas Daniel adalah seorang aktivis yang saya kenal rajin menginisiasi dan ikut serta di berbagai kegiatan peduli lingkungan, serta aktif menulis di media massa mengenai lingkungan hidup.
Saya tentu dengan senang hati membagi cerita tentang pengolahan sampah di Jepang. Hal ini karena orang Jepang terkenal sangat serius menangani soal sampah. Dibanding negara maju lainnya, masyarakat Jepang memang paling unggul dalam mengelola sampah, khususnya sampah rumah tangga.
Bagi orang asing yang pertama kali tinggal di Jepang, penanganan sampah di sini memang terkesan “lebay”. Bukan hanya kita tidak boleh membuang sampah sembarangan, tapi kita juga harus memisah-misahkan berbagai jenis sampah sebelum dibuang.
Saya terus terang mengalami “culture shock” saat pertama kali belajar cara membuang sampah. Maklum, di Jakarta masalah sampah tidak perlu repot. Semua dicampur-campur di keranjang sampah atau plastik, nanti tukang sampah datang, dan sampah dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seperti di Bantar Gebang.
Namun di Jepang, sampah ditangani berbeda. Secara prinsip sampah dibagi dalam empat jenis, yaitu sampah bakar (combustible), sampah tidak bakar (non-combustible), sampah daur ulang (recycle), dan sampah ukuran besar. Ada jadwal hari-hari tertentu yang mengatur jenis sampah apa yang dapat dibuang. Petugas akan mengambil sampah setiap hari sesuai dengan jadwal dan jenis sampahnya.
Satu hal lagi, untuk sampah minyak goreng atau minyak jelantah, tidak boleh dibuang ke saluran air. Hal tersebut dikhawatirkan mencemari air tanah. Oleh karena itu, di Jepang dijual bubuk yang berfungsi membekukan sisa minyak goreng tersebut. Bubuk itu ditaburi di atas minyak hingga berubah menjadi gel. Setelah itu, minyak jelantah yang sudah berbentuk gel dapat dibuang ke tempat sampah.
Terdengarnya sederhana kan? Hmmm, tidak sampai saya merasakannya sendiri.
Pertama, kita harus membeli plastik khusus sampah. Setelah sampah dipisahkan dan dimasukkan ke plastik tersebut sesuai jenisnya, sampah diletakkan di luar rumah. Selanjutnya, petugas akan datang mengumpulkan sampah.
Masalahnya, mereka hanya mengambil plastik sampah yang tepat jenis dan sesuai jadwalnya. Kalau salah jadwal, atau jenisnya kita campur-campur (misalnya botol minum di sampah makanan), sampah tidak akan diangkat
Satu bulan pertama tinggal di Jepang, sampah di tempat tinggal saya menumpuk sampai lima kantong besar. Hal itu karena saya belum paham cara mengklasifikasikan jenis sampah apa dan harus masuk ke kategori apa. Daripada repot, semua sampah saya gabung saja. Akibatnya, petugas membiarkan sampah tak terangkut dan membuat bau di lingkungan sekitar.
Hal itu tentu memalukan saya, karena dilihat oleh tetangga sebagai orang yang tidak disiplin dan peduli lingkungan.
Pihak kelurahan di tempat saya tinggal nampaknya memahami kesulitan dan ketidakpahaman orang asing dalam penanganan sampah di Jepang. Untuk itu, mereka telah merancang program edukasi yang sangat baik bagi warga asing.
Selain membagi-bagikan brosur cara membuang sampah (dalam bahasa Inggris), suatu hari mereka mengundang keluarga saya, bersama dengan warga asing lain, untuk mengunjungi lokasi pengolahan sampah di wilayah kecamatan tempat kami tinggal. Di kota Tokyo, setiap kecamatan besar memiliki pusat pengolahan sampah masing-masing.
Dengan melihat cara sampah-sampah tersebut dikelola, diharapkan kesadaran masyarakat terbangun, dan dengan itu turut mendukung proses pengolahan sampah bersama.
|
Brosur jenis dan waktu buang sampah di Jepang / photo junanto |
|
Minyak jelantah yang sudah diubah berbentuk gel / photo junanto |
Sampah sebagai masalah Kritis dan Penting
Undangan mengunjungi pusat pengolahan sampah di distrik Meguro, Tokyo, tersebut tidak kami sia-siakan. Kami berkumpul di pusat pengolahan sampah pukul 10.00 pagi untuk kemudian dilanjutkan dengan melihat proses pengolahan sampah.
Namun sebelum melihat proses pengolahan, kita diterangkah terlebih dahulu betapa kritis dan pentingnya urusan sampah ini. Kebanyakan dari kita memang terkesan menganggap sepele bahkan tidak peduli dengan masalah pembuangan sampah. Padahal ketidakpedulian itu dapat menimbulkan masalah lingkungan hidup yang serius.
Lahan tanah di dunia kini sudah hampir mencapai puncak kapasitasnya. Sampah yang menimbun di permukaan tanah akan mengakibatkan kontaminasi pada resapan air tanah, yang pada akhirnya dapat meracuni kehidupan dan mengkontaminasi air tanah. Sementara itu, cara pengolahan sampah dengan membakar secara tradisional dapat mengakibatkan jumlah besar karbon monoksida dan gas karsinogen yang akan mengotori atmosfer. Selain itu, kita juga dijelaskan bahwa tidak semua sampah bisa didaur ulang oleh tanah.
Oleh karenanya, upaya manajemen sampah yang baik, serta kepedulian dalam memisah-misahkan sampah plastik, metal, botol, karet, dan benda-benda sejenis, menjadi penting untuk kesinambungan lingkungan hidup.
Proses Pengolahan Sampah di Jepang
Kami kemudian diajak melihat bagaimana sampah diolah sejak awal. Truk-truk sampah masuk ke pusat pengolahan melalui pintu utama. Di situ truk tersebut ditimbang untuk mengetahui berat sampah yang dibawa.
Dari sana sampah-sampah dimasukkan ke tempat pembakaran. Hari itu, kebetulan sedang dilakukan proses untuk sampah bakar, atau sampah basah rumah tangga. Timbunan sampah yang berasal dari sisa-sisa makanan, kotoran dapur, dimasukkan ke dalam sebuah tempat penampungan besar. Ada bungkus tahu, sisa tulang ikan, dan aneka makanan sisa lainnya dimasukkan ke tempat itu. Dari situ, sampah dimasukkan ke tempat pembakaran dan kemudian dibakar.
Hal yang menarik adalah ternyata ampas dari sampah-sampah tersebut bisa dimanfaatkan menjadi “cone-block” untuk lapisan jalanan. Jadi saya baru tahu kalau cone-blok di trotoar kota Tokyo sebagian di antaranya dibuat dari sampah yang kita buang setiap hari.
Selain bermanfaat untuk membuat cone-block, pembakaran sampah di Jepang juga dapat menjadi salah satu sumber daya penghasil listrik.
Sementara untuk cairan dari sampah basah, pusat pengolahan tersebut memiliki mesin penyulingan air yang fungsinya membersihkan air dari sampah, sebelum kemudian dialirkan kembali ke sungai.
Sistem daur ulang di Jepang menganut dua langkah dasar. Pertama, pemisahan material dan pengumpulan. Kedua, pemrosesan dan daur ulang sampah. Kedua hal tersebut bisa berhasil karena dilakukan secara gotong royong antara masyarakat dan pemerintah. Setiap rumah tangga di Jepang secara sadar melakukan langkah pertama. Sementara pihak pemerintah daerah melakukan langkah kedua.
Kesadaran, gotong royong, dan kerjasama yang baik antar warga, pemerintah, dan segenap elemen masyarakat menjadikan pengolahan sampah di Jepang dapat berjalan dengan lancar.
Nah, sepulang dari pusat pengolahan sampah, saya semakin disadarkan tentang pentingnya kita semua mengelola buangan sampah, sebagai bagian dari kepedulian kita pada lingkungan hidup. Dan sekarang, memilah-milah jenis sampah yang dibuang sudah menjadi bagian dari keseharian hidup di Jepang.
Salam dari Tokyo
PS. Masyarakat Jepang ternyata dahulu juga tidak peduli pada sampah dan lingkungan. Lalu kenapa mereka berubah? Bagaimana caranya, dan apa rahasianya? – dapat dibaca pada bagian kedua tulisan ini: “Rahasia Sukses Pengolahan Sampah di Jepang – Part 2″
Beberapa foto yang kami jepret dari Pusat Pengolahan Sampah di Tokyo
|
Pusat Kontrol Pengolahan Sampah di Tokyo / photo junanto |
|
Sampah Basah diangkat oleh robot untuk dibakar / photo junanto |
|
Maket Pusat Pengolahan Sampah di Meguro, Tokyo / photo junanto |
|
Cerobong pusat pengolahan sampah dilihat dari sungai Meguro / photo junanto |
|
Cone-block di Tokyo, sebagian dibuat dari hasil bakaran sampah / photo junanto |
Sepertinya masih sulit buat orang Indonesia untuk memisahkan sampah
BalasHapussampai sekarang saja masih banyak yang buang sampah sembarangan
Setidaknya mulai dari diri sendiri dan yang terdekat dengan kita....
Hapus