Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), nyatalah kesabaran keduanya.
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu dan sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (QS.37: 102-108)
Kita semua terkagum-kagum bagaimana Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail berhasil melewati ujian terberat itu. Tapi kita juga sering lupa bahwa kisah ini adalah spirit sebenarnya dari pengorbanan dan keikhlasan.
Ikhlas berarti rela melepaskan keterikatan dan kemelekatan kita akan sebuah benda keduniawian. Bukan malah sebaliknya, ikhlas selalu kita identikkan dengan kata kecil dan sedikit. Ingin bukti? Lengkapi kalimat ini. Biar……… asal ikhlas.! Hehehe :D
Lihat contoh lain :
1. Ketika dua putera Nabi Adam diperintahkan Allah mempersembahkan hasil ternak & Hasil kebunnya, Habil memberikan yang terbaik? Sebaliknya Qabil memberikan ternak kurus dan buah-buahan busuk? Siapa yang ikhlas dalam pandangan Allah?
2. Ketika khalifah Ali membawa pulang buah delima kesukaan isterinya, di perjalanan dia malah memberikan kepada orangtua yang sedang kelaparan
3. Banyak kisah lain Nabi dan sahabat yang mengutamakan bersedekah dengan besar dan ikhlas.
Oke, lalu apa kaitannya dengan Idul Adha, Kurban dan Nabi Ibrahim?
Begini: Ketika Nabi Ibrahim mampu mematuhi perintah Tuhan, apakah kita mampu mengikuti jejaknya dengan berkurban setiap tahun mulai hari ini?
Bukankah ketika kita sangat ingin sebuah gadget kita akan “memaksakan diri” untuk membelinya? Bahkan langganan layanan BlackBerry kita setiap bulan udah seharga 1 ekor kambing setiap Idul Adha.
Mulut kita berkata ingin mengikuti jejak keikhlasan Nabi Ibrahim, tapi perbuatan kita mengatakan sebaliknya.
Jadi, apakah kita berani “menyembelih” gadget yang kita cintai dan berkurban di tahun ini? Beranikah kita berkurban minimal 1 ekor kambing tahun ini? Maukah kita melangkah ke ATM, mengambil uangnya dan menyerahkan ke panitia kurban di masjid dekat rumah?
Apakah kita masih akan menyiapkan segudang alasan untuk tidak berkurban? Apakah kita tidak malu dengan Nabi Ibrahim?