Oleh : Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Definisi I’tikaf
I’tikaf menurut bahasa yaitu menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa berada padanya, baik itu berupa kebajikan ataupun keburukan. Firman Allah SWT:
“Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka”. (QS. Al-A’raf;138)
Sedangkan menurut isthilah adalah menetapnya seorang muslim di dalam masjid untuk taat kepada Allah SWT.
Para ulama telah sepakat bahwa hukum i’tikaf itu adalah sunnah, sebab Nabi SAW senantiasa melakukannya tiap tahun untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan minta ganjaran-Nya, terutama di bulan suci Ramadhan, terlebih lagi di sepuluh terakhir dari bulan suci tersebut. Itulah tuntunan Rasulullah SAW.
I’tikaf tempatnya di setiap masjid yang dilaksanakan di dalamnya shalat jama’ah bagi laki-laki, firman Allah SWT :
وَ أَنْتُمْ عكِفُوْنَ فِى اْلمَسجِدِ
"Dan kamu sekalian beri’tikaf di masjid" (QS. Al-Baqarah :187).
Dan bagi siapa yang beri’tikaf berbarengan dengan hari Jum’at, maka disunnahkan agar beri’tikaf di masjid yang di dalamnya dilaksanakan shalat Jum’at. Tapi jika ia beri’tikaf di masjid shalat jama’ah, hendaknya ia keluar untuk shalat Jum’at (jika datang waktunya shalat Jum’at) kemudian kembali lagi ke tempat i’tikafnya tersebut.
I’tikaf disunnahkan di sembarang waktu, maka bagi muslim untuk memilih kapan ia harus memulai dan mengakhiri i’tikafnya. Namun yang paling utama adalah i’tikaf di bulan Ramadhan, khususnya di sepuluh terakhir. Jadi ketika ia shalat fajar (shubuh) di hari ke dua puluh satu dari bulan Ramadhan, mulailah masuk masjid dan tinggal di dalamnya sampai keluar untuk menunaikan shalat Idul Fitri. Ini adalah waktu yang paling baik dan utama.
Disunnahkan bagi yang beri’tikaf agar menggunakan waktunya untuk dzikir, membaca Al-Qur’an dan mengerjakan shalat-shalat sunnah di luar waktu-waktu yang terlarang, serta memperbanyak tafakkur akan keadaannya sekarang dan masa depannya, juga tafakkur akan hakikat hidup di dunia dan di akhirat.
Ada beberapa hal yang harus dijauhi bagi mu’takif (orang yang beri’tikaf), diantaranya : banyak bicara tidak konsentrasi dengan i’tikafnya dan sibuk dengan hal-hal yang tidak disunnahkan.
Diperbolehkan bagi mu’takif untuk keluar dari masjid karena ada suatu kepentingan yang sangat mendesak, seperti mau berhajat (pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil atau buang air besar), pergi untuk makan dan minum jika tidak ada orang yang menghantarkannya, berobat jika ia sakit walaupun sedang i’tikaf. Diperbolehkan juga bagi mu’takif untuk keluar dari tempat i’tikaf karena menjalankan kewajiban-kewajiban syari’at lainnya, seperti menunaikan shalat Jum’at, jika beri’tikaf di masjid shalat jama’ah yang di dalamnya tidak dilaksanakan shalat Jum’at. Juga diperbolehkan keluar sebagai saksi dalam beberapa perkara. Begitu pula boleh baginya untuk membantu orang sakit dari kalangan keluarganya yang wajib mendapatkan pertolongan, dan semisalnya.
Larangan-Larangan dalam Beri’tikaf
Dilarang bagi seorang mu’takif untuk keluar masjid karena beberapa hal yang tidak penting dan tidak syar’i sifatnya. Jika ia keluar untuk hal-hal tersebut, maka i’tikafnya batal (tidak sah). Juga dilarang baginya, dalam keadaan i’tikaf, untuk berbuat yang haram seperti : ghibah (menggunjing orang lain), tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain), atau membaca dan memandang hal-hal yang haram.
Semua amalan haram diluar i’tikaf, maka pada saat i’tikaf lebih berat lagi hukumnya. Begitu pula dilarang baginya untuk mempergauli istrinya disaat i’tikaf, jika ia melakukan hal itu maka batallah i’tikafnya (tidak sah).
Memberi Syarat Dalam I’tikaf
Boleh bagi mu’takif untuk memberi syarat sebelum i’tikaf dalam mengerjakan sesuatu yang mubah seperti ia memberi syarat makan dan minum harus di rumahnya. Namun jika ia memberi syarat dengan maksud ingin mempergauli isterinya, atau keluar masjid untuk santai dan dagang, maka tidak saha (batal) i’tikafnya karena hal itu bertentangan dengan pengertian i’tikaf.
Manfaat I’tikaf
I’tikaf mengandung hikmah menghidupkan sunnah Rasulullah SAW dan menghidupkan hati dengan senantiasa taat kepada Allah SWT. Dan manfaat i’tikaf diantaranya : agar seseorang menyendiri untuk merenungi dan memikirkan apa yang harus ia lakukan di hari esok. Maka dengan i’tikaf ada ketenangan, ketentraman dan cahaya yang menerangi hati yang penuh dosa. Juga dengan i’tikaf kita akan memperoleh kebajikan-kebajikan dari Allah SWT, dan amalan-amalan kita akan diangkat dengan rahmat dan kasih sayang-Nya. Serta diantara manfaat yang lain adalah barang siapa yang beri’tikaf di sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, ia akan bebas dari dosa-dosa, karena hari-hari itu bertepatan dengan datangnya malam lailatul qadr. (Diadaptasi dari I’tikaf Hukum danKeutamaannya, Yayasan Al-Sofwa Jakarta).