Ads-728

Cat-1

Cat-2

Cat-3

Cat-4

» » » » Pembelajaran Kontekstual di Film Batas


“Rudi Soejarwo kembali!” Itu yang saya ucapkan ketika pertama kali mengetahui akan dirilisnya film teranyar Rudi yang bersetting Kalimantan. Keyakinan saya bertambah saat tahu film ini mengandung unsur pendidikan. Behind the Scene film ini pun sudah saya lihat beberapa hari lalu di sebuah stasiun televisi. Bertambahlah keyakinan saya bahwa film ini tidak akan mengecewakan.

Jaleswari yang dikirim perusahaannya untuk mengetahui terputusnya program pendidikan di pedalaman Entikong, Kalimantan Barat. Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Niatnya hanya untuk mengecek, Jaleswari malah dikira guru yang dikirim menggantikan guru yang sudah ‘kabur’ sebelumnya. Borneo salah satu murid merasa senang dan semangat untuk kembali belajar….
Jaleswari akhirnya bersedia menjadi guru. Masih berpikir sempit Jaleswari yang dibantu Adeus merasa bahwa bersekolah itu musti berada di ruang kelas. Namun bersekolah di ruangan dengan waktu yang sudah ditentukan nyatanya mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Sebabnya anak-anak lebih diutamakan untuk membantu orang tua mereka untuk berladang atau berburu daripada sekolah.

Melihat keadaan ini Jaleswari nyaris menyerah. Belum lagi teror yang dilakukan Otik yang merupakan gembong penjualan gadis yang ingin menyingkirkannya. Namun Jaleswari bukanlah wanita lemah. Saat melihat anak-anak berburu timbullah ide Jaleswari untuk melakukan pembelajaran di luar kelas. Belajar bisa di mana saja, begitu kira-kira.
Maka Jaleswari mengajarkan gaya gravitasi di hutan, mengajarkan api memerlukan oksigen di malam hari dan kegiata pembelajaran seru lainnya. Pembelajaran menyenangkan yang dibuat Jales membuat ia mulai diterima masyarakat. Namun Otik masih melakukan teror agar Jales tak betah dan meninggalakn desa tersebut…

Konflik demi konflik di Film Batas berlangsung dengan alur lambat. Klimaks di film Batas pun kurang tertata untuk mencapai puncaknya. Membuat beberapa bagain terasa membosankan. Satu hal yang patut diperhatikan adalah penggunaan kata-kata yang terlalu berintelektual dan mengarah pada puitis. Bagi saya itu tak masalah tapi tidak semua penonton menyukai kata-kata di dialog yang digunakan. Sehingga sebelum film habis beberapa penonton memilih keluar duluan. Mungkin otaknya terbatas dalam mencerna bahasa Film Batas.

Namun secara keseluruhan Film Batas setidaknya mengingatkan, khususnya untuk para guru/pendidik. Agar tak melulu terbatas pada ruang dan waktu dalam melakukan pembelajaran. Pembelajaran kontekstual yang mesti digalakkan karena lebih efektif dan efisien. Inilah yang saya lakukan jika mengisi pelatihan di daerah-daerah. Pembelajaran tak harus melulu ada teknologi atau harus berembel-embel sekolah bertaraf internasional.
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran dengan menggunakan potensi lokal yang dimiliki daerah setempat. Memanfaatkan alam dan budaya dalam setiap pembelajaran untuk anak-anak. Pembelajaran kontekstual menjadi pembelajaran yang menyenangkan jika dibuat menyenangkan. Sama halnya dengan Film Batas, pembelajaran kontekstual yang dibuat Jaleswari begitu menyenangkan.

Satu hal yang juga menjadi renungan adalah rasa syukur kita yang tinggal di kota atau daerah yang cukup sarana dan prasarananya. Film Batas mengajarkan itu, tidak ada listrik kamar mandi dan of course mall….. Film Batas meski masih terbatas di beberapa hal namun banyak memberikan banyak hal yang tak terbatas!

Sumber: http://serujadiguru.blogdetik.com/2011/06/02/pembelajaran-kontekstual-di-film-batas/


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Siape Saye? MF Abdullah

Terlahir di desa Kuala Secapah, desa kecil yang terletak di pinggiran laut Kalimantan Barat. Hobby memancing, jalan-jalan, dan mencicipi kuliner di berbagai daerah serta mengisi waktu senggangnya di blogsphere. Untuk menambah jalinan silaturrahmi bisa menghubungi di bawah ini

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Box Office

Cat-6